Jakarta, – Kabarlagi.id.Diskusi Program Kav 22 Episode 10 yang digelar oleh Kav 22 bersama Persatuan Karyawan Film dan Televisi Indonesia (KFT) menghadirkan sosok inspiratif, Asma Nadia, penulis novel Indonesia. Acara yang dipandu oleh Budi Soemarsono ini berlangsung di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), Kuningan, Jakarta.Senin (6/10/2025).
Forum ini diikuti oleh berbagai pelaku dunia perfilman, termasuk produser, sutradara, dosen, guru, dan wartawan film. Hadir pula pengurus Kav 22 seperti Maruli Ara dan Ronny Mepet serta sejumlah anggota KFT Indonesia. Diskusi kali ini mengusung tema Dari Huruf ke Gambar Hidup”, membahas proses transisi karya sastra ke layar kaca dan lebar.
Asma Nadia, yang dikenal dengan karya-karyanya yang telah diadaptasi ke film seperti Emak Ingin Naik Haji, Surga yang Tak Dirindukan, hingga Jilbab Traveler, berbagi pengalaman menarik tentang bagaimana novelnya diubah menjadi skenario film.

Dalam sesi interaktif via WhatsApp, seorang peserta bernama Hendro bertanya, “Apakah alur cerita dalam novel selalu sama dengan alur film?” Asma menjawab, “Tidak selalu sama. Alur film cenderung lebih simpel. Kalau di sinetron atau series biasanya ada penambahan sub-konflik atau plot twist.”
Ia juga menegaskan bahwa kesuksesan film bukan hanya soal cerita, tetapi dipengaruhi banyak faktor seperti promosi dan pemilihan pemain. “Formula box office itu bukan cuma dari novel yang bagus, tapi bagaimana cerita itu dikemas, dipromosikan, dan dimainkan dengan tepat,” jelasnya.
Asma Nadia saat ini menjabat sebagai CEO KBM for Kids dan aktif sebagai pembicara di berbagai forum kepenulisan serta penggerak Komunitas Bisa Menulis dan Forum Lingkar Pena.
Diskusi ini menambah wawasan baru tentang pentingnya kolaborasi antara dunia literasi dan perfilman dalam menghadirkan karya yang menginspirasi dan berdampak luas.
Dalam dunia perfilman Indonesia, tidak banyak penulis yang karyanya bisa menembus layar lebar dengan sukses. Namun Asma Nadia adalah pengecualian yang mencolok. Lewat diskusi Kav 22 Episode 10 bertajuk Dari Huruf ke Gambar Hidup”,penulis yang telah menelurkan puluhan novel ini membagikan rahasianya dalam menjembatani dunia sastra dan sinema.
Asma Nadia menegaskan bahwa tidak semua cerita dari novel bisa diterjemahkan langsung ke dalam film tanpa penyesuaian. “Alur dalam novel bisa sangat kompleks dan panjang, sementara film harus padat dan mudah dicerna,” ungkapnya.
Ia menyebut, dalam sinetron atau serial, biasanya justru terjadi penambahan sub-konflik agar ceritanya lebih dinamis. Namun, dalam film layar lebar, penyederhanaan alur adalah keharusan agar cerita tetap kuat tanpa membingungkan penonton.
Lebih dari Sekadar Cerita
Keberhasilan film adaptasi bukan hanya bergantung pada kualitas novel. Asma mengungkap bahwa banyak elemen lain yang memengaruhi sebuah film menjadi box office. “Mulai dari strategi promosi, kekuatan pemain, hingga timing penayangan, semua punya peran,” katanya.
Karya-karya Asma Nadia seperti Surga yang Tak Dirindukan dan Assalamualaikum Beijing!adalah contoh nyata bagaimana sinergi antara penulis, produser, dan sutradara bisa menciptakan karya yang menggugah emosi penonton dan sukses di pasaran.
Literasi dan Film: Dua Dunia yang Semakin Dekat.
Forum Kav 22 menjadi wadah penting bagi para pelaku industri kreatif untuk menjalin koneksi antara dunia literasi dan film. Diskusi ini juga menjadi ruang belajar tentang bagaimana karya tulis bisa menembus batas-batas medium dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Sebagai pendiri Komunitas Bisa Menulis dan Forum Lingkar Pena, Asma Nadia tidak hanya menulis, tapi juga membangun ekosistem penulis muda yang siap mewarnai industri hiburan tanah air.**