Jakarta, – Kabarlagi.id.Kerangka perjanjian kerja sama Indonesia – Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli 2025 menuai sorotan tajam. Salah satu poin dalam perjanjian tersebut menyebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi rakyatnya ke luar wilayah Indonesia, termasuk kepada Pemerintah Amerika Serikat.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menyatakan dengan tegas bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan kedaulatan negara. Ia menilai, penyerahan data pribadi rakyat Indonesia kepada pemerintah asing merupakan pelanggaran serius terhadap hak privasi warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Data pribadi rakyat bukanlah komoditas dagang. Menjadikan data pribadi sebagai objek trade-off dalam kesepakatan internasional, apalagi dengan negara asing, adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai martabat kedaulatan bangsa,” tegas Ardi dalam pernyataan persnya, Rabu (24/7).
Imparsial juga menyoroti ketidaksesuaian kebijakan tersebut dengan regulasi nasional yang ada. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, penyelenggara sistem elektronik lingkup publik diwajibkan untuk menyimpan dan mengelola data elektronik di wilayah Indonesia. Dengan demikian, kebijakan transfer data ke luar negeri tidak hanya kontradiktif tetapi juga mengancam seluruh ekosistem perlindungan data dalam negeri yang telah dibangun selama ini.
“Pemerintah justru mengabaikan kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi rakyat dari potensi penyalahgunaan data. Padahal, di Amerika sendiri, tidak ada regulasi federal yang kuat terkait perlindungan data pribadi. Maka, potensi kebocoran dan penyalahgunaan data sangat besar,” imbuh Ardi.
Menurut Imparsial, Presiden Prabowo Subianto harus segera membatalkan poin kerja sama tersebut dan memastikan bahwa perlindungan data pribadi warga negara tetap menjadi prioritas utama kebijakan digital nasional. Kedaulatan digital, kata Ardi, adalah bagian integral dari kedaulatan negara secara keseluruhan.
“Ini bukan hanya soal data. Ini adalah soal kedaulatan, soal martabat bangsa. Jangan sampai atas nama investasi dan perdagangan, pemerintah mengorbankan hak asasi rakyatnya sendiri,” tutupnya.
Imparsial juga mengingatkan publik dan DPR RI untuk mengawasi secara ketat isi perjanjian kerja sama internasional agar tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dan semangat konstitusi Republik Indonesia.(***)