Tragedi di Masjid SMAN 72 Jakarta, SETARA Institute: Pencegahan Ekstremisme Harus Jadi Program Prioritas Nasional
News

Tragedi di Masjid SMAN 72 Jakarta, SETARA Institute: Pencegahan Ekstremisme Harus Jadi Program Prioritas Nasional

Jakarta, – Kabarlagi.id  Ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta pada Jumat (7/11) yang menyebabkan puluhan korban luka mengguncang dunia pendidikan Indonesia. SETARA Institute menilai peristiwa ini bukan sekadar tindak kriminal, melainkan sinyal kuat menguatnya kembali ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan remaja.

Dalam pernyataan resminya, SETARA Institute.Sabtu (8/11/2025).menyebut tragedi ini sebagai “alarm peringatan nasional” bahwa kesiapsiagaan dan langkah pencegahan tidak boleh melemah, meski Indonesia sempat mencatat nol serangan teror dalam tiga tahun terakhir.

“Peristiwa ini menunjukkan bahwa problem ekstremisme kekerasan di usia dini masih besar dan nyata dalam tata kebinekaan kita,” ujar Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute.

Tanda-Tanda Ekstremisme di Usia Muda

SETARA mengungkap bahwa atribut dan simbol yang ditemukan, seperti tulisan Welcome to Hell pada senapan mainan milik terduga pelaku, menunjukkan adanya indikasi ideologi ekstrem yang terinspirasi dari pelaku teror internasional seperti Brenton Tarrant (Selandia Baru) dan Alexandre Bissonnette (Kanada).

Lembaga tersebut menegaskan, keterpaparan remaja terhadap paham intoleran hingga ekstremisme telah meningkat. Berdasarkan survei SETARA pada 2023, 5% remaja tergolong intoleran aktif (naik dari 2,4% pada 2016), dan 0,6% sudah terpapar ideologi ekstremisme.

“Kenaikan ini adalah sinyal bahaya. Kita sedang melihat bagaimana intoleransi yang dibiarkan dapat bertransformasi menjadi kekerasan,” tegas Azeem Marhendra Amedi, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute.

Program Pencegahan Dinilai Melemah*

Dalam analisisnya, SETARA menyoroti bahwa kebijakan pencegahan ekstremisme di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto cenderung melemah. Hal itu, menurut mereka, dipengaruhi oleh rasa aman semu akibat nihilnya serangan teror dalam tiga tahun terakhir dan kebijakan efisiensi anggaran.

“Tragedi di SMA 72 adalah pengingat keras: pencegahan ekstremisme kekerasan tidak boleh diturunkan prioritasnya,” kata Halili.

Pendidikan dan Bullying Jadi Sorotan

Fakta bahwa terduga pelaku berusia 17 tahun dan merupakan korban perundungan di sekolah menambah kompleksitas tragedi ini. SETARA mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memperkuat mekanisme pencegahan perundungan di lingkungan pendidikan.

“Bullying bukan hanya melukai korban, tapi bisa menjadi pintu masuk bagi balas dendam ekstrem dan radikalisasi,” tegas Halili.

Ajakan Kolaborasi Nasional

SETARA Institute mendorong aktivasi penuh Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN-PE) serta penguatan peran Rencana Aksi Daerah (RAD-PE) di seluruh provinsi.
Mereka menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor – dari pemerintah pusat, daerah, lembaga pendidikan, hingga tokoh masyarakat – untuk memperkuat ekosistem toleransi nasional.

“Ekstremisme hanya bisa dikalahkan dengan kolaborasi tiga pilar kepemimpinan: politik, birokratik, dan kemasyarakatan,” pungkas Halili.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *